Minggu, 24 Mei 2009

refleksi perkuliahan filsafat pendidikan matematika

REFLEKSI PERKULIAHAN
FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA


Pertama masuk perkuliahan filsafat pendidikan matematika, saya merasa seperti ada di dunia lain, aduh ini bukan duniaku. Terus terang awalnya ada sedikit kekhawatiran dalam diri saya dalam menempuh perkuliahan ini. Saya khawatir akan mengganggu keyakinan sayayang selama ini saya yakini.Karena menurut sepenglihatan saya, biasanya orang-orang yang berkecimpung dalam dunia filsafat dia akan terlena dan semakin terlena dengan dengan pertanyaan-pertanyaannya sendiri yang cenderung membentuk kepribadian kritis bahkan amat sangat kritis sampai-sampai menentang hal-hal yang memang sudah kodratnya, mereka selalu mengukur segala hal dengan pikirannya, apapun yang tidak logis (yang tidak masuk akal) mereka seolah-olah tidak mau mempercayainya, padahal dalam hidup ini tidak segala hal itu bisa kita jangkau dengan pikiran kita,misalnya mengenai Keesaaan Tuhan, pikiran kita amatlah sangat terbatas tidak mampu untuk menjangkaunya.
Namun, semakin terus menjalani perkuliahan ini, saya malah semakin tertarik, karena ternyata justru sebaliknya dengan belajar filsafat ini, saya terdorong untuk terus meningkatkan keyakinan saya trhadapTuhan, mengintrospeksi diri, memperbaiki diri agar hubungan sesama makhlukNya dan hubungan dengan Tuhan selalu baik. Banyak hal yang saya dapatkan melalui belajar filsafat, hal yang sangat mengena dalam diri saya adalah “ Dalam segala hal hatilah yang menjadi monitornya, pikiran tidak boleh mendominasi hati”. Seperti dalam elegi pertandingan tinju kuantitatif melawan kualitatif, ternyata yang memenangkan pertandingan adalah kualitatif yaitu hati. Filsafat adalah olah pikir, namun bukan berarti pikirkanlah yang selalu mendominasi, namun haruslah seimbang antara pikiran dan hati.
Sampai saat inipun mungkin saya masih bingung dengan dunia filsafat, kata-katanya yang membingungkan, pertanyaan-pertanyaan yang terkadang tidak terpikirkan apa jawabannya, namun hal itu saya yakini sebagai suatu bentuk olah pikir yang mampu menjadikan saya lebih dewasa, karena dengan belajar filsafat kita diarahkan untuk lebih dewasa menghadapi hidup, lebih peka terhadap segala hal, karena ternyata sesuatu sekecil apapun pasti bermakna dan memiliki dimensi ruang dan waktunya sendiri yang kita tidak boleh saling memangsanya.
Dalam perkuliahan ini, kita disuguhi banyak elegi. Dalam elegi ini terdapat banyak sekali kata-kata yang membingungkan, namun semakin saya mempelajarinya semakin saya tertarik, karena dalam elegi-elegi itu banyak tersimpan nasehat-nasehat untuk kita agar baik dan lebih baik lagi, meskipun terkadang dalam memahami elegi-elegi itu saya membutuhkan banyak waktu, karena perlu direnungi dan dikhayati agar mampu mengambil pesan apa yang sebenarnya ingin disampaikan. Bahkan terkadang tidak saya pungkiri meskipun sudah berulang-ulang membacanya, namun tetap saja belum mampu memahaminya. Hal itulah yang terkadang membuat saya merasa jenuh, namun setelah kembali masuk kelas perkuliahan saya bertemu dan mendengarkan langsung dari sumbernya yaitu Pak Marsigit, kejenuhan itu sedikit demi sedikit mulai berkurang dan semangat untuk mempelajarinya muncul kembali. Ternyata memang benar, semakin kita dekat dengan sumbernya semakin kita mudah untuk mempelajarinya. Ilmu akan mudah kita pelajari jika hati dan pikiran kita bersih dan ikhlas dalam menjalaninya.

2 komentar:

  1. Betapa berharganya sebuah refleksi. Jika orang mengatahui harga sebuah refleksi niscaya orang akan mempertaruhkan banyak hak demi sebuah refleksi. Maka renungkanlah

    BalasHapus
  2. Perbaikan:
    Betapa berharganya sebuah refleksi. Jika orang mengetahui harga sebuah refleksi niscaya orang akan mempertaruhkan banyak hal demi sebuah refleksi. Maka renungkanlah

    BalasHapus